30.10.08

mungkin, benar katamu

aku telah terjaga terlalu lama
hingga mimpi enggan datang
mungkin, aku perlu terlelap sekali-kali
sepertimu

23.10.08

bahwa aku membencinya

adalah satu kepastian

9.10.08

hanya kata perpisahan

yang mampu terlontar
untuk semua cerita
dari masa yang telah lalu

23.7.08

tlah kumengerti

kebahagiaan itu...memiliki sejuta wajah
tak harus terekspresi
tak harus terucap
tak harus ...

26.5.08

termangu ia menatap takdir

pada gurat yang menua
resah ia dalam pengharapan
tentang cita dan perjuangan

16.4.08

Lagi, insiden kecil di jalan terulang. Kali ini, lengan kananku yang terkilir dan sedikit lecet-lecet kecil. Alhasil, untuk beberapa hari kedepan lengan kananku tak bisa berfungsi optimal. Rasanya, aku ingin meminta maaf pada satu lengan yang lain, karena selama ini aku hanya menggunakannya sebagai pengganti. Dan mengatakan betapa lengan kiriku tak kalah berharga, terutama di saat-saat seperti ini.

Jadi ingat, banyak orang mengatakan…terkadang kita baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah satu insiden buruk terjadi. Menyesal karena tak pernah menganggapnya terlalu penting, untuk dijaga atau diperjuangkan, hingga kemudian sesuatu itu hilang atau tak kembali utuh.
Seperti juga kehidupan yang kita jalani…
Terkadang kita baru menyadari … betapa berharganya canda tawa saat hal-hal buruk seakan terjadi terlalu sering. Mengharap canda tawa yang sama kembali… atau setidaknya bertahan lebih lama
Betapa berharganya satu nyawa … saat kita nyaris terlepas darinya
Betapa berharganya kebersamaan … saat sepi menyapa kita terlalu lama
Betapa berharganya perhatian … saat kita mulai diabaikan
Juga… terkadang kita baru menyadari … betapa berharganya orang-orang terdekat saat mereka menjauh atau tak lagi ada. Parahnya, penyesalan hadir bukan karena kepergian itu, tapi lebih karena kita belum mengungkapkan besarnya rasa sayang yang kita miliki untuk mereka, bahwa mereka telah menjadi satu bagian dalam hidup kita, bahwa kita selalu melihat terlalu jauh dan bodoh hingga tak menyadari keberadaan mereka atau … bahwa kita sangat ingin mengatakan pada mereka…”Jangan pergi..”

14.4.08

Naif bila kumemaknai satu perjalanan hanya dengan satu rasa. Rasa semu, yang seharusnya menghilang lebih cepat. Lenyap tak tersisa. Tapi...memang tak semudah itu.

Bodoh bila aku menutup rapat satu pintu. Meleburkan kuncinya dalam bara. Hanya karena rasa..

Entah..kenapa waktu selalu menjadi alasan klise untuk segalanyauntuk satu perjalanan, untuk satu rasa, untuk satu pintu..

Tapi hanya waktu

Yang kubutuhkan untuk menata asa itu lagi..


 

Design by Amanda @ Blogger Buster